Judul: The Namesake
Genre: literary fiction, cultural, adult
Penulis: Jumpha Lahiri
Format: ebook
Buku dapat diperoleh di kobostore >> here
Kita tidak akan selalu mengerti dan setuju dengan masalah yang dibawa oleh buku yang memenangkan penghargaan terkenal. Itu yang bisa saya simpulkan ketika selesai membaca buku ini. Saya bisa paham dengan cerita-cerita pendek di Intrepeter of Maladies, bahkan bersimpati pada karakter-karakternya. Saya suka bawa perasaan, maka simpati sering ikut-ikut jika saya membaca sebuah buku.
Namun saya tidak bisa dengan tokoh utama di buku ini.
Awalnya Ashoka muncul sebagai karakter yang sangat kuat, bahkan sampai akhir dia merupakan karakter favorit saya di buku ini. Kesukaannya pada buku. Keteguhannya mempertahankan tradisi sekalipun dia berada di negeri orang dan rasa sayang anehnya pada istri dan anak-anaknya. Saya masih ingat perasaan dingin yang menyapu punggung saya ketika saya membaca tragedi yang menimpa Ashoka. Kenapa? Karena saya sedang membaca buku ini di tempat yang sama dengan Ashoka. Di kereta api yang sedang berjalan.
Namun tokoh utama berpindah ke Gogol, anak laki-laki Ashoka yang dinamainya dengan nama penulis yang ia anggap telah menyelamatkan hidupnya. Gogol yang lahir dan besar di Amerika, yang ingin melupakan akarnya, membuat kesalahan-kesalahan dalam hidup yang tidak bisa saya....tolerir? Yah, walaupun siapa saya untuk menghakimi Gogol. Tapi perasaan tidak suka saya pada Gogol sangat mendalam karena dia gundah gulana karena nama yang diberikan oleh orang tuanya. Ini kenapa judul novel ini Namesake.
Tradisi masyarakat Bengali dengan nama memang unik. Dan "nama asli" seperti yang ada di universe Eragon hampir sama dengan budaya penamaan orang Bengali. Dan Gogol begitu tidak sukanya dengan namanya.
Ada yang mengatakan Gogol terlalu kebarat-baratan. Dan tidakkah kita? Saya sendiri? Budaya dan perilaku itu begitu kompleks sehingga kita sebagai manusia yang dilahirkan berwarna-warna bisa memahami konflik budaya yang dialami Gogol. Turunan Arab yang berada di Indonesia tidak akan semuanya memegang budayanya. Begitu juga turunan Madura yang telah bergenerasi hidup di tanah Jawa dan mendapat pendidikan standar negara kepulauan, tidak akan semuanya memegang budaya lama mereka. Berbeda dengan orang tua Gogol yang wataknya tidak terbentuk oleh budaya baru.
Keseluruhan, Jumpha Lahiri lagi-lagi dapat membawa konflik budaya kompleks yang dialami turunan India di Amerika. Tanpa menggarisbawahi ketidaksukaan saya pada Gogol, buku ini merupakan bacaan menggugah yang menemani saya di kereta api.
No comments:
Post a Comment
sankyu ya (*≧▽≦)